Firetalks Bandung: Talent Forecast 2019
Pada tanggal 6 Desember 2018 lalu, lingkaran menyelenggarakan trend forecasting talk berjudul Firetalks untuk mengakomodasi para pencari dan pemberi kerja dalam menghadapi perubahan-perubahan di bidang talent untuk tahun 2019.
—
Sebuah organisasi membutuhkan pekerja-pekerja berbakat untuk mencapai tujuan-tujuannya. Namun, seiring berkembangnya ekonomi, definisi berbakat mulai berubah dan berkembang. Memenuhi kualifikasi pekerjaan dan merekrut orang yang tepat pun menjadi sebuah tantangan baru yang terus berkembang.
Firetalks diadakan di Universitas Padjajaran, Jatinangor dan dimoderatori oleh Arif Hakim selaku Bandung Chapter Host lingkaran. Talkshow ini diisi oleh Adil Albi sebagai representatif dari talent.id, Sarah Soeprapto selaku Research Director dari 1%LAB, serta Tita Larasati sebagai dosen FSRD ITB dan Chairperson dari Bandung Creative City Forum.
Acara ini dimulai dengan napak tilas kejadian-kejadian penting yang terjadi di tahun 2019 seperti Asian Games 2019, IMF World Bank Meeting, serta Pilkada serentak. Seluruh pembicara juga menambahkan kejadian-kejadian penting di tahun 2018 dari kacamata mereka masing-masing.
—
Adil Albi:
“Tahun 2018 saya ke Jakarta untuk mengerjakan sebuah project dengan tim saya. Saya dan tim banyak terpapar dengan kondisi di desa. Lalu saya dan tim berkesimpulan bahwa Indonesia tidak sedepresif itu karena kalau kita mau meluangkan sedikit waktu untuk ke desa kita bisa melihat potensi yang sangat besar yang bisa dikelola.”
—
Sarah Soeprapto:
“Saya tahun ini berkesempatan untuk mengikuti konferensi G-20. Disana kita banyak membahas isu-isu kepemudaan. Masalah utama yang yang dibahas adalah: sustainability, education, future of work, dan entrepreneurship and self employment.
“Pembahasan seperti itu muncul karena ada perubahan secara global yang dinamakan industry 4.0. Jadi ketika suatu negara tidak bisa mengatasi perubahan tersebut, maka ia akan tertinggal dari segi ekonomi. Kalau ngomongin future of work, dunia sedang berubah dengan cepat sementara industri-industri besar itu sangat susah dan lambat untuk catch up. Makanya sekarang ada unicorn-unicorn sebagai sebuah respon.
“Sebenernya unicorn itu kan perusahaan besar yang mengembangkan usaha menengah kecil, kayak Go-Food yang dia menggandeng usaha kuliner kecil agar semakin naik. Nah emang gimana sih pekerjaan di masa depan itu? Kita juga nggak tau, nggak ada jawabannya. Justru kita yang bikin jawaban itu sendiri, kamu mau jadi apa?”
—
Tita Larasati :
“Nggak lama setelah pertemuan IMF, di Nusa Dua, Bali terselenggara World Conference on Creative Economy oleh BEKRAF sebagai tuan rumah. Yang dilakukan adalah mengumpulkan negara-negara yang sudah memiliki kebijakan ekonomi kreatif. Salah satu yang terjadi adalah negara-negara berdiskusi dalam bagaimana ekonomi kreatif dapat memberdayakan perempuan dalam ekonomi kreatif.
“Menurut statistik BEKRAF, ternyata dari 16 subsektor industri kreatif yang pemainnya imbang antara laki-laki dan perempuan itu nggak sampai setengahnya. Hasil lain dari conference tersebut adalah akan dibentuknya Center of Excellence of Creative Economy di Bali, dan Friends of Creative Economy sebagai media komunikasi antar negara dengan kebijakan ekonomi kreatif.”
—
Kemudian, lingkaran juga berdiskusi tentang hal-hal yang akan menjadi kebutuhan industri di ranah ketenagakerjaan di tahun 2019.
—
Adil Albi:
“Sebelum kita ngomongin industry 4.0 kita juga harus membandingkan dengan negara-negara yang awalnya mengenalkan hal tersebut. Negara-negara di eropa penduduknya jauh lebih sedikit dari kita, sementara mereka memiliki kebutuhan produksi yang banyak. Sehingga industri itu menjadi penting untuk menggantikan kebutuhan SDM mereka.
“Jadi kalau muncul kekhawatiran kalau Indonesia akan banyak pengangguran karena akan diganti dengan teknologi dan robot, ada baiknya untuk melihat dulu asal muasal dari industry 4.0 itu. Masa depan itu menarik banget karena orang-orang mulai mendefinisikan ulang tentang banyak hal. Semua hal akan diganti dengan tools namun hal yang tidak bisa digantikan adalah menjadi filsuf, atau ranah pemikiran.”
—
Sarah Soeprapto:
“Startup yang dapat dana besar selalu dilihat sebagai orang yang akan ngeluarin duit. Tapi kalau startup yang mendapat dana tersebut masih sedikit, hal tersebut malah mendorong orang untuk bersikap konsumtif. Sekarang gimana caranya biar Indonesia bisa jadi negara yang produktif bukan konsumtif?”
lingkaran menyadari bahwa sejak tahun 2018 awal adalah saat dimana angkatan pertama dari generasi Z akan mulai masuk ke industri pekerjaan. Generasi Z yang biasanya didefinisikan sebagai orang yang lahir di pertengahan 1990an sampai pertengahan 200an adalah generasi yang ramah akan teknologi dan sosial media. Namun bagaimana akibatnya apabila sebuah di dalam industri terdapat beberapa generasi yang berbeda?
—
Tita Larasati:
“Saya diberitahu oleh profesor di kampus kalau ada bagian otak yang pada generasi saya tidak teraktifkan, namun di generasi di bawah saya justru mulai teraktifkan. Efeknya, makin kesini manusia semakin perseptif sementara dulu lebih ke arah yang tangible.
“Contohnya, anak sekarang nggak perlu diberitahu kalau simbol segitiga ke kanan itu artinya play, mereka sudah paham sendiri. Mereka sudah punya cara sendiri untuk mempersepsi sesuatu yang pada generasi saya tidak seperti itu. Sehingga pola persepsi generasi dulu dan sekarang akan berbeda.
“Intinya, kita tidak boleh menyalahkan atau menstereotipkan bahwa generasi baru lebih begini atau begitu, karena hal tersebut akan selalu terjadi di setiap generasi.”
—
Sarah Soeprapto:
“Saya kalau ngasih training, pasti ngasihnya hal-hal sederhana kayak nyuruh mencari informasi dari google. Hal-hal itu sederhana tapi sebenernya jadi masalah buat generasi sekarang, yaitu short attention span. Sebenarnya kalau ngomongin generation gap itu pasti tentang internet dan informasi sih. Makanya traits yang dimiliki generasi yang lebih muda itu pasti beda dengan generasi sebelumnya dari segi penyerapan informasi.”
—
Adil Albi:
“Di kementerian ketenagakerjaan mereka membuat sebuah coworking space untuk menaungi anak muda sebagai wadah diskusi dan inovasi. Menariknya adalah coworking space ini lokasinya di gedung kementerian ketenagakerjaan, sehingga diskusi yang terjadi pun bersinggungan dengan ranah pemerintah yang orang-orangnya umurnya jauh berbeda dengan anak muda.
Sudah sebuah keniscayaan kalau generasi yang lebih tua merasa lebih baik dari generasi yang lain. Namun yang saya tekankan ketika kita bicara generation gap adalah adalah saling mengerti latar belakang kenapa generasi sebelumnya berpikir seperti itu dan generasi kita seperti ini. “
—
lingkaran juga berdiskusi tentang skill dan kebutuhan yang akan menjadi penting di tahun 2019.
—
Sarah Soeprapto:
“Kalau saya sih akan lebih bahas soft skill. Menurut saya, karena akan banyak perubahan yang terjadi dengan sangat cepat, kalian jangan takut sama penolakan, itu soft skill juga. Harus konsisten dan berani. Kalau yang lebih legit-nya lagi mungkin kreativitas, soalnya dunia lagi ngga tau lagi ada apa kita harus kreatif untuk berfikir kira-kira mau apa ya kedepannya. Ketika kamu nggak kreatif kamu nggak bisa survive.”
—
—
—
Firetalks adalah event tahunan lingkaran yang membahas tentang prediksi-prediksi untuk tahun berikutnya. Firetalks tahun 2018 diadakan di Jakarta dan Bandung dan membahas tentang prediksi bisnis dan talent. Respon pembicara telah diedit untuk tujuan efisiensi dan kejelasan.